Ada banyak penyesuaian diri yang saya rasakan sejak
memulai kehidupan dari fase anak SMU ke fase mahasiswi. Yang dulu nya tinggal
di rumah bersama orangtua, saat ini tinggal berjauhan dengan orang tua. Yang
dulunya kebutuhan apapun bisa langsung dibantu orangtua, saat ini karena
terkendala jarak dan waktu tidak bisa seperti itu lagi. Yang membedakan dari
fase masa SMU ke fase Mahasiswi adalah tanggung jawab. Tanggung jawab sebagai
mahasiswi S1 lebih besar daripada tanggung jawab ketika saya masih SMU.
Salah satu tanggung jawab yang saya rasakan sangat
penting adalah tanggung jawab mengelola keuangan pribadi. Saya saat ini
alhamdulillah mendapatkan uang saku perbulan sebesar Rp 1.000.000-,. Permasalahan yang dihadapi oleh mayoritas anak kos
adalah, uang saku yang selalu habis sebelum berganti bulan. Habis karena ada
banyak sekali kebutuhan yang harus dipenuhi. Dan hal inipun saya merasakannya
selama semester semester awal.
Pernah pada suatu saat, uang saya habis sejak tanggal 15.
Padahal masih tersisa 15 hari lagi sebelum minta transferan ke orang tua. Uang
saya habis karena ada banyak sekali kebutuhan yang harus saya penuhi. Dari
kebutuhan makan minum, ngerjakan tugas dan lain sebagainya. Mau minta
transferan ke orangtua saya merasa malu. Akhirnya solusi yang saya ambil adalah
pinjem uang ke teman sekosan yang punya duit berlebih. Walaupun
saya merasa sangat malu tapi tetep harus saya lakukan untuk memenuhi kebutuhan
15 hari kedepan. Saya berjanji kepada temen saya untuk mengembalikannya bulan
berikutnya ketika saya mendapatkan transferan bulanan.
Hal ini berdampak pada semakin berkurangnya uang
trasferan setiap bulan karena harus terpotong untuk membayar hutang kepada
temen saya sedangkan kebutuhan tiap bulan bukan malah berkurang tapi terus
bertambah. Saat-saat banyaknya tugas yang harus saya
kerjakan dan membutuhkan konsentrasi tinggi mendadak teringat kalo keuangan
mulai menipis membuat saya tidak bisa mengerjakan tugas-tugas
perkuliahan dengan baik. Sedangkan untuk meminjam uang lagi ke teman, saya
semakin malu solusi terakhir adalah meminta kiriman lagi ke orang tua walaupun
harus mendapatkan nasehat untuk berhati-hati dalam mengelola
keuangan.
Saya harus berubah menjadi pribadi yang bertanggung
jawab. Terutama bertanggung jawab dalam hal mengelola keuangan bulanan. Tahap
awal saya bertekat untuk melunasi semua tanggungan hutang saya ke temen-temen
saya. Saya coba mendekati mereka untuk memberikan kelonggaran kepada saya untuk
melunasinya separuh dulu. Saya menjelaskan pada mereka bahwa tanggungan saya
cukup besar di beberapa teman dan saya bertekad untuk segera melunasi nya
secepat munggin. Syukur-syukur bulan berikutnya sudah lunas
semua.
Alhamdulillah teman-teman saya memahami
kondisi saya dan mau memberikan kelonggaran pelunasan dengan cara dicicil
separuh dulu. Dari sini saya mulai berpikir keras, bagaimana caranya supaya
keuangan saya bisa semakin sehat dengan sisa uang bulanan yang tidak seberapa
banyak. Langkah pertama yang saya lakukan adalah bersyukur. Ya bersyukur.
Alhamdulillah masih ada sisa uang bulanan buat saya. Di luar sana ada banyak
temen temen lainnya yang harus berkerja sambil kuliah.
Langkah kedua adalah, saya berusaha mengidentifikasi
semua hal yang berkaitan dengan kebutuhan dan keinginan. Saya harus bisa
membedakannya. Saya catat di sebuah kertas 2 kolom. Satu kolom berisikan semua
kebutuhan saya dan satu kolom berisikan keinginan saya. Ternyata dari proses
identifikasi tersebut, kolom kebutuhan berisikan makan dan minum dan biaya
pengerjaan tugas. Sedangkan kolom keinginan berisikan banyak hal yang
sebenernya tanpa saya penuhi saat ini pun tidak akan berdampak pada saya,
misalnya jalan-jalan dan belanja.
Langkah ketiga, saya berusaha mengkalkulasi kebutuhan
saya setiap bulannya dan total biaya untuk makan dan minum mencapai 40% dari
total uang bulanan saya. Sedangkan total keinginan setiap bulannya mencapai
60%. Dari 100% uang bulanan, tidak bersisa sama sekali. Dari sini saya
menemukan solusi akan permasalahan keuangan saya.
Saya mulai dengan menuliskan di papan tulis di kamar
saya: SEMUA UANG KEMBALIAN HARUS DI TABUNG. Saya tulis di papan tulis supaya
saya selalu teringat dengan tujuan saya untuk mendapatkan keuangan yang sehat
setiap bulannya. Contohnya, saya ketika ingin membeli kosmetik seharga 75 ribu
rupiah sedangkan saya membayarnya dengan uang 100 ribu rupiah, maka kembalian
yang 25 ribu rupiah wajib saya tabung.
Ketika saya makan di warung seharga 20 ribu dan saya
membayar dengan uang 50 ribu rupiah maka sisa kembalian 30 ribu rupiah harus
masuk ke tabungan. Begitu seterusnya. Dan uang kembalian yang sudah terkumpul
hanya boleh di ambil setelah 3 bulan. Adapun sisa uang bulanan berapapun yang
saya pegang, wajib di tabung juga dan hanya boleh diambil setelah 3 bulan.
Saya berusaha disiplin melakukannya. Dengan cara seperti
ini maka saya berusaha untuk selalu membawa uang pas kemanapun saya pergi.
Dengan membawa uang terbatas, maka saya otomatis bisa mengerem kebutuhan atau
keinginan yang sifatnya sekunder atau tersier. Uang pas nya pun pasti terdiri
dari pecahan 5 ribuan. 10 ribuan dan 20 ribuan. Pecahan 100 ribuan dan 50
ribuan saya tinggal di kosan untuk menghindari lapar mata ketika di mall.
Memang pada bulan pertama saya melakukan hal ini terasa
sangat berat. Alhamdulillah lama kelamaan sudah terbiasa dan bukan lagi saya
rasakan sebagai beban melainkan sebuah kebutuhan. Saya harus berubah menjadi
pribadi yang bertanggung jawab.
Tidak terasa sampailah pada bulan ke 3 proses manajemen
keuangan yang saya lakukan. Saya ambil celengan kucing saya dan saya pecah.
Alhamdulillah ada banyak sekali uang yang terkumpul. Dan ketika orang tua saya
telfon akan mengirimkan uang bulanan ke saya, untuk pertama kalinya saya bisa
berkata kepada orang tua saya untuk 2 bulan selanjutnya alhamdulillah saya
tidak perlu kiriman uang bulanan lagi. Dari tabungan saya tersebut saya bisa
memenuhi kebutuhan saya 2 bulan tanpa kiriman uang dari orang tua. Saya
terbebas dari hutang dan hidup saya semakin bahagia. Ternyata kunci dari
persoalan finansial adalah:
- Bersyukur.
- Identifikasi
kebutuhan dan keinginan.
- Menabung disertai
komitmen kuat untuk melakukannya.